KILASRAKYAT.COM, JAKARTA – Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit yang sering dijumpai pada orang berusia di atas 40 tahun.
PPOK saat ini merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia.
Selain itu, penyakit ini merupakan beban ekonomi dan sosial dan meningkat secara substansial.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH mengatakan, âPPOK sebenarnya bisa dicegah dan diobati.”
Sayangnya, kebanyakan pasien tidak menyadari gejala penyakit ini.
“Jadi belum terdiagnosis dengan benar, atau mendapat pengobatan yang tidak maksimal,” katanya dalam media briefing Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Jakarta Selatan, Senin (30/5/2023).
Karena itu, menurut Syahril, deteksi dini PPOK sangat diperlukan.
“Deteksi dini PPOK sangat dibutuhkan masyarakat dan optimalisasi terapi untuk mencegah eksaserbasi dan rawat inap,” imbaunya.
Upaya ini dapat dilakukan melalui kegiatan skrining dan diagnosis PPOK terpadu.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI telah memasukkan skrining PPOK sebagai program prioritas.
“Saat ini skrining PPOK sudah menjadi program prioritas Kementerian Kesehatan RI, dimana keterbatasan modalitas spirometri menjadi salah satu kendala dalam skrining dan diagnosis PPOK,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Glaxo Smith Kline (GSK), Kementerian Kesehatan (RI) dan Pengurus Pusat Persatuan Dokter Paru Indonesia (PP PDPI) berkomitmen untuk meningkatkan literasi kesehatan masyarakat.
Serta melengkapi kompetensi tenaga kesehatan dengan menggunakan platform edukasi kesehatan paru berbasis digital.
Dengan tujuan mendukung program prioritas dari Kementerian Kesehatan RI untuk penanggulangan PPOK.