Bisnis  

Ancaman Resesi Menyusutkan Aktivitas Manufaktur Di Eropa

ancaman resesi menyusutkan aktivitas manufaktur di eropa a2459dc

KilasRakyat.com, BRUSSEL – Aktivitas di zona sejak bulan lalu terpantau berkontraksi hingga nilai outputnya anjlok dari prediksi awal.

Anjloknya produksi , terjadi setelah harga pangan dan energi di kawasan Uni Eropa melonjak menuju zona tertinggi. Hal inilah yang membuat angka inflasi di Eropa mulai meroket hingga memicu kekhawatiran bagi para investor akan adanya potensi .

Ancaman inflasi bahkan telah membuat sejumlah pabrik-pabrik besar di zona euro terpaksa menimbun barang produksinya yang tidak terjual, imbas dari menurunnya jumlah permintaan produksi.

Seperti dilansir dari Reuters Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur akhir S&P Global turun menjadi 49,8 pada Juli dari sebelumnya berada di posisi 52,1 di sepanjang bulan , penurunan serupa juga terlihat pada indeks output yang dimasukkan ke dalam PMI komposit dimana pendapatannya merosot ke level terendah dari 49,3 dibulan menjadi 46,3 dibulan Juli.

Tak hanya itu Indeks pesanan produk manufaktur baru juga ikut terkerek turun menjadi 42,6 dari sebelumnya dipatok 45,2, penurunan ini bahkan jadi yang terendah sejak Mei 2020 ketika pandemi virus corona mulai mencengkram dunia.

“Manufaktur zona euro tenggelam ke dalam penurunan yang semakin tajam, menambah risiko di kawasan itu. Pesanan baru sudah turun dengan kemungkinan yang lebih buruk akan datang,” kata Chris Williamson, kepala ekonom di S&P Global.

Baca Juga :  Cara Menghitung Tingkat Pertumbuhan Berkelanjutan: 11 Langkah

Penurunan produksi di dalam otomotif ini tentunya makin menambah tekanan pada laju inflasi di Eropa, mengingat saat ini angka Inflasi zona euro telah naik 8,9 persen, melesat jauh diatas target tahunan Eropa.

Sejumlah cara telah dilakukan Uni Eropa untuk menghentikan laju inflasi di kawasan euro salah satunya dengan suku bunga lebih tinggi pada awal bulan lalu. Namun sayangnya cara tersebut belum mampu mengendalikan percepatan angka inflasi, bahkan imbas dari lonjakan harga pangan dan energi pasar global kini Eropa memiliki peluang 45 persen untuk masuk dalam jurang resesi.

Penyebab Resesi Ekonomi

Istilah resesi ekonomi kerap terdengar di telinga masyarakat. Namun, tak semua masyarakat tentu memahami istilah resesi ekonomi tersebuut.

Saat mendengar istilah resesi yang terlintas di benak masyarakat biasanya terkait dengan masalah keuangan dan kondisi yang memburuk.

Resesi juga kerap disebut sebagai salah satu ancaman paling menakutkan bagi semua negara dunia.

Penyebab resesei ekonomi:

1. Inflasi

Resesi biasanya akan muncul karena dipicu beberapa hal salah satunya guncangan inflasi yang tak kunjung mereda, kondisi ini terjadi imbas dari melonjaknya berbagai harga komoditas di pasar global. Apabila situasi ini terjadi dalam kurun waktu yang lama maka dapat membuat daya beli masyarakat menurun.

Baca Juga :  ASDP Sediakan Dua Kapal Untuk Penonton F1 Powerboat Di Danau Toba Dengan Kapasitas 255 Orang

2. Gelembung Aset

Tak hanya itu saja penyebab lain dari munculnya resesi juga bisa dipicu dari melonjaknya gelembung aset suatu negara. Meroketnya angka inflasi akan membuat para investor melakukan safe haven dengan menjual semua sahamnya. Adanya panic selling tentunya dapat merusak pasar karena harga properti akan ikut jatuh menyusul ramainya aksi jual yang dilakukan investor.

3. Lonjakan Suku Bunga

Inflasi yang melambung memicu bank sentral untuk memperketat kebijakan moneternya dengan menaikkan suku bunga acuan. Namun masalah tersebut membuat daya beli masyarakat menurun. Kondisi ini juga akan membebani debitur dalam melangsungkan transaksi pembayaran. Apabila utang tersebut tak kunjung dibayarkan debitur, maka perbankan bisa kolaps. Dengan begini aktivitas perekonomian suatu negara akan menjadi terhambat. Inilah yang membuat kenaikan suku bunga menjadi pemantik utama resesi.

4.Deflasi

Deflasi merupakan kondisi dimana suatu negara mengalami kekurangan jumlah uang yang beredar di masyarakat. Sekilas deflasi bisa meningkatkan daya beli masyarakat, tapi jika terjadi berlebihan akan merugikan penyedia barang dan jasa.

Dimana kondisi tersebut dapat membuat suatu barang atau jasa mengalami penurunan harga secara terus-menerus. Hal inilah yang dikhawatirkan dapat membuat konsumen menunda pembelian dan menunggu hingga nominal terendah. Apabila ini dibiarkan maka daya beli suatu negara akan melemah, hal tersebut tentunya dapat memicu terjadinya resesi.

Baca Juga :  Soal Dedolarisasi, Ekonom Ungkap Sederet Plus Minus Dampaknya Buat RI

5. Guncangan Ekonomi

Munculnya guncangan ekonomi yang terjadi secara mendadak dan tidak direncanakan seperti pandemi , bisa menjadi penyebab serius munculnya resesi. Hal ini akan membuat pendapatan suatu negara menurun dan berimbas pada melemahnya daya beli masyarakat global

6. Tumpukan Utang

Membengkaknya utang suatu negara juga bisa menjadi faktor penyebab resesi. Utang yang melonjak membuat biaya pelunasannya meninggi, bahkan ini bisa membuat suatu negara tersebut mengalami default atau gagal bayar.

7. Perkembangan

Berkembangnya juga menyumbang faktor terjadinya resesi. Sebagai di abad ke-19, dimana saat itu tengah terjadi revolusi akibat peningkatan teknologi hemat tenaga kerja.

Apabila perusahaan besar mulai memangkas karyawannya dan beralih menggunakan teknologi canggih maka hal tersebut dapat memicu bertambahnya angka pengangguran.

Melonjaknya angka pengangguran di tengah lesunya perekonomian negara dikhawatirkan dapat membuat standar kehidupan menurun, serta membuat penghasilan pajak negara anjlok. Dengan begitu suatu negara tak dapat lagi melakukan kegiatan impor untuk memasok kebutuhan pokok warga negaranya, seperti impor pangan, BBM, dan obat – obatan.