News  

Menlu AS Blinken Tuduh Rusia Gunakan Makanan Sebagai Senjata Perang Di Ukraina

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken menuduh Rusia menggunakan makanan sebagai senjata perang di Ukraina, Kamis (19/5/2022).

Di hadapan Dewan Keamanan PBB, Blinken mengatakan Rusia telah menyandera pasokan makanan tidak hanya untuk jutaan orang Ukraina, tetapi juga jutaan orang di seluruh dunia yang bergantung pada ekspor Ukraina.

Dia mengimbau Rusia untuk berhenti memblokade pelabuhan Ukraina.

“Pemerintah Rusia tampaknya berpikir bahwa menggunakan makanan sebagai senjata akan membantu mencapai apa yang belum dilakukan invasi untuk mematahkan semangat rakyat Ukraina,” kata Blinken seperti dikutip Channel News .

“Pasokan makanan untuk jutaan orang Ukraina dan jutaan lainnya di seluruh dunia telah benar-benar disandera oleh militer Rusia,” tambahnya.

Perang di Ukraina telah menyebabkan harga global untuk biji-bijian, minyak goreng, bahan bakar dan pupuk melambung.

Rusia dan Ukraina bersama-sama menyumbang hampir sepertiga dari pasokan gandum global.

Ukraina juga merupakan pengekspor utama jagung, barley, minyak bunga matahari dan minyak lobak.

Sementara Rusia dan Belarusia, yang telah mendukung Moskow dalam perangnya di Ukraina, menyumbang lebih dari 40 persen ekspor kalium global, nutrisi tanaman.

Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan pernyataan Blinken benar-benar salah.

Rusia seharusnya tidak disalahkan atas krisis pangan global yang telah terjadi selama beberapa tahun.

Nebenzia menuduh Ukraina menahan kapal asing di pelabuhannya dan menambang perairan.

Dia mengatakan militer Rusia telah berulang kali mencoba membuka koridor yang aman untuk kapal.

Nebenzia kemudian menyalahkan sanksi Barat yang dijatuhkan pada Moskow atas perang Ukraina karena memiliki efek mengerikan pada ekspor makanan dan pupuk Rusia.

Blinken menolak klaim Rusia bahwa sanksi memicu krisis pangan.

“Keputusan untuk mempersenjatai makanan adalah milik Moskow dan Moskow sendiri,” kata Blinken.

“Sebagai akibat dari tindakan pemerintah Rusia, sekitar 20 juta ton biji-bijian tidak terpakai di silo Ukraina karena pasokan makanan global berkurang, harga meroket, menyebabkan lebih banyak lagi di seluruh dunia mengalami kerawanan pangan,” tambahnya.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sedang mencoba untuk menengahi “kesepakatan paket” yang akan memungkinkan Ukraina untuk melanjutkan ekspor makanan melalui Laut Hitam dan menghidupkan kembali produksi makanan dan pupuk Rusia ke pasar dunia.

“Ada cukup makanan untuk semua orang di dunia. Masalahnya adalah distribusi, dan ini sangat terkait dengan perang di Ukraina,” kata Guterres kepada dewan tersebut.

Baca juga artikel lain terkait